Kamis, 24 Juli 2008

Energi pembangunan/pemeliharaan

Energi pembangunan / pemeliharaan
Oleh: IM. Tri Hesti M

Disampaikan dalam acara Lokakarya Bahan Bangunan dan Energi Dalam Arsitektur
di Institut Teknologi Bandung, 30 Juni 2007

Pengantar
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan / kerja atau usaha. Suatu benda dikatakan mempunyai energi, jika benda tersebut dapat melakukan kerja atau usaha. Energi tidak dapat dilihat, yang dapat dilihat hanya efek dari energi tersebut, misalnya tumbuhan menjadi besar, badan dapat melakukan kerja, kendaraan / mesin dapat berjalan, lampu dapat menyala, dsb (Irwan Z, 1992, 50). Konsumsi energi dalam bidang pembangunan berkaitan dengan enam tahap peredaran bahan bangunan.
Enam tahap peredaran bahan bangunan

Cakupan energi pembangunan / pemeliharaan adalah energi yang terkandung (dibutuhkan) sejak bahan bangunan sudah tersedia di tempat pembangunan hingga proses pemelihara an. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah:
- desain bangunan
- pilihan bahan, termasuk dalam hal ini juga kombinasi bahan
- pembangunan dan konstruksi
- pemeliharaan

Desain bangunan
Desain bangunan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tata ruang yang memungkinkan terciptanya kenyamanan ruang. Kenyamanan ruang berkait dengan energi adalah kenyamanan termal/pengudaraan dan pencahayaan secara alami sehingga memungkinkan setiap bagian bangunan sejuk dan mendapatkan cahaya yang cukup sepanjang hari. Dengan demikian maka penggunaan alat-alat bantu untuk pengkondisian udara dan penerangan dapat dikurangi sehingga menghemat penggunaan listrik.

9 solusi masalah pengudaraan untuk menciptakan penghawaan alami dalam bangunan adalah sebagai berikut : (serial rumah ; Rumah hemat energi, 7-12)
- ventilasi silang, intinya adalah menciptakan perbedaan tekanan udara sehingga udara bisa mengalir. Ventilasi silang dapat diperoleh dengan meletakkan lebih dari satu bukaan pada sisi (bidang) yang berbeda.

Prinsip ventilasi silang
Peran vegetasi dalam membelokkan angin
- ventilasi atap, sebaiknya ruang dibawah atap dilengkapi dengan bukaan agar udara panas tidak terperangkap dibawahnya.
- menara angin, berfungsi menghisap dan menangkap angin sehingga udara senantiasa bersirkulasi
- plafon tinggi, jarak yang jauh antara lantai dan plafon memungkinkan udara bergerak bebas pada ruang kosong.
- material dan kemiringan atap, pilihan material akan dibahas secara khusus pada bagian pilihan bahan di belakang. Jika sudut atap landai, maka radiasi panas matahari yang masuk kedalam ruang semakin banyak. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka selain pilihan bahan yang tepat disarankan menggunakan sudut kemiringan atap yang cukup (tidak terlalu landai).
- penggunaan material alam, material alami tidak mengalami banyak proses dalam pembuatannya sehingga dapat lebih menyatu dengan alam dibandingkan dengan material pabrikasi. Semakin tebal bahan untuk pembatas luar maka semakin baik dalam meredam suhu karena waktu rambat panas dalam bahan tersebut relatif lama.
- warna terang
- menghadirkan teras
- teritisan

Untuk mendapatkan pencahayaan alami dalam ruang, desain yang paling umum diterapkan adalah membuat lubang cahaya ”sebanyak mungkin”. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena yang dibutuhkan untuk penerangan adalah terang cahaya, sedangkan panasnya harus dihindarkan. Guna memperoleh pencahayaan alami yang optimal dalam ruang maka harus disiasati dengan desain bukaan yang tepat yaitu: (serial rumah ; Rumah hemat energi, 20)
- tempatkan sesuai fungsi ruang, penempatan ventilasi disesuaikan dengan fungsi setiap ruang dan memanfaatkan cahayanya untuk mendukung aktivitas di dalam ruang tersebut


Jenis ruang
Jenis pencahayaan yang sesuai
Letak bukaan yang disarankan
R. tidur
Pencahayaan pagi (matahari pagi)
Tenggara sampai timur laut
Gudang, kamar mandi
Matahari sore (paling tinggi tingkat radiasinya) agar tidak lembab & jamur terbunuh
Barat atau timur
R.keluarga, R. Makan,
R. tamu
Tingkat aktivitas tinggi, perlu cahaya hangat
Barat laut atau barat daya, atau utara dan selatan
Dapur, R. Kerja (komputer)
Butuh cahaya yang dingin agar panas yang masuk tidak menaikkan suhu ruang
Utara dan selatan
Tabel : Penempatan ventilasi tiap ruang

- jangan berlebihan, kebutuhan bukaan untuk cahaya alami pada satu ruang kurang lebih 9% dari total luas ruang. Menurut data SNI, banyaknya lubang cahaya ideal dalam suatu ruang dinyatakan oleh nilai WWR (Wall Window Ratio). WWR adalah perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan. Dari ketentuan ini nilai idealnya adalah 20% dari luas dinding keseluruhan.
- refleksi atau pantulan dari permukaan bidang, hal ini berkait dengan warna permukaan bidang. Warna yang terang akan lebih banyak memantulkan sinar daripada warna gelap (lihat tabel Kemampuan bahan dan keadaan permukaan dalam menyerap dan memantulkan panas).

Selain menciptakan kenyamanan ruang, desain bangunan juga harus memungkinkan:
- Penggunaan bahan bangunan secara optimal. Guna mendukung hal ini maka penentuan modul/ukuran bagian bangunan menyesuaikan dengan ukuran bahan bangunan yang akan digunakan. Dengan demikian maka potongan bahan bangunan dapat diminimalkan sehingga jumlah sampah bangunan dapat terkurangi.
- Tersedianya ruang terbuka yang selalu mendapat panas secara maksimal untuk menempatkan kompor surya.
- Tersedianya ruang terbuka yang dihijaukan dengan vegetasi karena kehadiran vegetasi yang optimal dapat menurunkan suhu dan meningkatkan kualitas lingkungan. Kemam puan vegetasi dalam meningkatkan kualitas lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah (Frick & Mulyani, 2006, 89).

Tabel : Kemampuan vegetasi dalam meningkatkan kualitas lingkungan

- Dihijaukannya dinding dan atap rumah, karena hal ini akan menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman, dan segar (Frick & Mulyani, 2006, 108).


Pilihan bahan
Penentuan bahan bangunan yang akan dipakai dipertimbangkan terhadap keseimbangan lingkungan berkait dengan konsumsi energinya:
- Ketersediaan bahan dipasar lokal à akan menghemat energi yang dibutuhkan untuk transportasi bahan.
- Keawetan bahan: penggunaan bahan yang tahan lama akan menghemat energi berkait dengan tenaga tukang, dan transportasi bahan à bandingkan dengan bahan yang tidak tahan lama, sehingga membutuhkan penggantian secara berkala.
- Tidak mengkombinasikan bahan dengan usia bahan (keawetan) yang berbeda, karena penggantian bahan yang berusia pendek akan merusak bahan pasangannya yang berusia panjang sehingga justru mengurangi usia bahan tersebut.
- Memilih bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali sehingga akan mengurangi sampah bangunan jika bangunan tersebut rusak atau dibongkar.

Ecological considerations of a building material (Fuchs RK, 1996, 61)
Pilihan bahan juga berkait dengan iklim setempat dan warna bahan. Pilihan warna dipertimbangkan terhadap kemampuannya untuk menyerap dan memantulkan panas dan cahaya. Disarankan untuk tidak menggunakan cahaya alam secara langsung, tetapi dipantulkan sehingga panas tidak langsung masuk ke dalam ruang. Kemampuan beberapa bahan dan keadaan permukaan dalam penyerapan dan pemantulan panas dapat dilihat pada tabel dibawah ((Frick & Suskiyatno, 1998, 64).

Tabel: Kemampuan bahan dan keadaan permukaan dalam menyerap dan memantulkan panas

Pembangunan dan konstruksi
Beberapa indikator berkait dengan penggunaan energi yang digunakan dalam hal ini adalah (Widmer & Frick, 2007, 60-61):
a. Cara membangun, pemasangan. Hal ini berkait dengan mutu bahan bangunan, optimalisasi pada penggunaan bahan (bebas sisa dan sampah), penggunaan lahan, air, dan energi. Mutu bahan bangunan dan optimalisasi penggunaan bahan sudah dibahas dalam pilihan bahan dan desain bangunan diatas. Jika dalam proses pembangunan masih terdapat sisa bahan (sampah), maka sisa tersebut sebaiknya dimanfaatkan untuk keperluan lain ( misal: sampah potongan kayu dapat digunakan untuk memasak). Penggunaan air dikaitkan dengan upaya menciptakan bangunan sekering mungkin, karena semakin kering bangunan maka semakin baik (sehat) bagi penghuninya. Beberapa contoh jumlah penggunaan air pada pembangunan adalah sebagai berikut: (Frick & Koesmartadi, 1999, 16)

Bangunan
Penggunaan air
Beton kelas II, K-225
± 250 liter air/m3
Dinding batu bata 11,5 cm tebal
± 42 liter air/m2
Dinding conblock 10 cm tebal
± 5 liter air/m2
Turap (plesteran) ± 2 cm tebal
± 12 liter air/m2
Tabel : Jumlah penggunaan air pada pembangunan

Jumlah air yang digunakan untuk membangun sebuah rumah biasa (seluas 36 m2) ialah sekitar 28.000 liter yang harus menguap sebelum rumah tersebut dapat dianggap kering dan sehat dihuni.
b. Cara penyambungan, pemasangan. Penyambungan dan penyusunan bahan bangunan sebaiknya merupakan cara yang sederhana sehingga perubahan (perbaikan) pada gedung dimasa depan dapat dilakukan dengan mudah oleh penghuni atau tukang setempat (menggunakan teknik lokal).
c. Kemasan bahan bangunan. Kemasan bahan bangunan sebaiknya dimanfaatkan dalam proses pembangunan (misal: kayu dan kertas semen). Kemasan yang benar-benar tidak dapat digunakan (misal: kardus, plastik) sebaiknya dikumpulkan dan dikirim/dijual ke pihak lain untuk didaur ulang.

Pemeliharaan
Beberapa indikator dalam pemeliharaan bangunan berkait dengan penggunaan energi yang digunakan adalah (Widmer & Frick, 2007, 61-62):
a. Penggunaan. Penggunaan menilai jumlah energi yang dibutuhkan pada masa waktu tertentu. Jumlah dalam ini meliputi energi yang digunakan untuk penerangan dan menjalankan alat-alat pendukung (pendingin ruang, pemanas air, perlengkapan rumah tangga). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk penerangan dan penghawaan ruang dapat dihemat dengan menerapkan desain bangunan yang tepat (sudah dibahas didepan). Dalam kegiatan memasak penghematan energi dapat dilakukan dengan menggunakan kompor surya dan botol hitam untuk memanaskan air ditempat panas.
b. Perawatan dan pemeliharaan. Biaya pada tahap ini sangat ditentukan oleh pilihan bahan bangunan yang digunakan. Semakin lama masa pakai bahan, maka semakin murah biaya pemeliharaan dan biasanya semakin hemat penggunaan energinya. Demikian pula bahan yang tidak membutuhkan finishing khusus, maka akan menghemat energi pula. Sebagai contoh dapat dibandingkan perawatan dan pemeliharaan dinding batu bata yang membutuhkan cat dan dinding batu alam yang tidak membutuhkan cat sama sekali. Masa pakai bagian-bagian bangunan dapat dilihat pada tabel dibawah (Frick & Suskiyatno, 1998, 96-97).








Tabel : Masa pakai bagian-bagian bangunan


Daftar pustaka

Fuchs RK. 1996. Healthy home and healthy office. Building iology & Ecology Institute, New Zealand.
Frick H & Koesmartadi Ch, 1999. Ilmu bahan bangunan: eksploitasi, pembuatan, penggunaan, dan pembuangan. Kanisius – Soegijapranata University Press. Jogyakarta – Semarang.
Frick H & Mulyani TH, 2006. Arsitektur ekologis. Kanisius – Soegijapranata University Press. Jogyakarta – Semarang.
Frick H & Suskiyatno B, 1998. Dasar-dasar eko arsitektur. Kanisius – Soegijapranata University Press. Jogyakarta – Semarang.
Serial Rumah, Rumah hemat energi
Widmer P & Frick H, 2007. Hak konsumen dan ekolabel: informasi konsumen tentang produk yang ramah lingkungan dan kebutuhan atas ekolabel. Kanisius – Soegijapranata University Press. Jogyakarta – Semarang.

patokan bangunan ekologis


Guna memenuhi syarat ekologis, maka patokan yang dapat digunakan dalam membangun rumah adalah sebagai berikut (Frick & Mulyani, 2006, 3-4):
1. Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau.
2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/ radiasi geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan.
3. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.
4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.
5. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan memajukan sistem bangunan kering.
6. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air.
7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal.
9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi sesedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan).
10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua, maupun orang cacat tubuh).