Selasa, 19 Agustus 2008

Pandangan Deep Ecology

Pandangan Deep Ecology dalam

Pengelolaan Lingkungan

Oleh : IM. Tri Hesti M

Antroposentrisme dan krisis lingkungan

Masalah lingkungan yang terjadi selama ini berakar dari kesalahan perilaku manusia, dan kesalahan ini berakar pada kesalahan cara pandang manusia tentang dirinya, alam, dan hubungan antara manusia dengan alam. Cara pandang yang lebih banyak diterapkan selama ini adalah Antroposentrisme. Titik berat dalam pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dalam alam semesta. Pandangan moral yang bernafas antroposentrik berpendapat bahwa hanya manusialah yang layak dipertimbangkan secara moral, dalam hal ini manusia berperan sebagai subyek. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, maka alam diekploitasi sehingga terjadilah krisis lingkungan. Krisis yang sudah nyata dihadapi adalah pencemaran tanah, air, udara, penebangan hutan secara liar, hilangnya keanekaragaman hayati , dan pemanasan global.

Deep ecology

Krisis lingkungan dapat diatasi secara optimal dengan melakukan perubahan fundamental pada cara pandang dan perilaku manusia. Berkait dengan hal tersebut Joanna Macy (dalam Chang, W, 2001, 77 – 81) mengusulkan paradigma baru dalam lingkungan hidup yang mengandung dua pokok pikiran utama yaitu deep ecology dan penghijauan diri.

Dalam deep ecology, keberadaan manusia lebih dilihat dalam hubungan / kesatuannya dengan lingkungan. Dalam hal ini organisme lebih dilihat sebagai bagian yang terdapat didalam jaringan biosphere. Berkait dengan hal ini Devall mengatakan bahwa : “manusia tidak berada diatas atau diluar alam….. tetapi…... menjadi bagiannya”. Dengan demikian deep ecology merubah pandangan anthropocentric menjadi non anthropocentric.

Delapan prinsip dasar deep ecology (Sessions, 1995) adalah sebagai berikut :

1. Keberadaan dan perkembangan kehidupan manusia dan benda-benda lain diluar manusia mempunyai nilai sendiri-sendiri yang tidak berkait dengan asas manfaatnya bagi manusia.

2. Kekayaan dan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan akan mendukung realisasi dari nilai-nilai tersebut diatas.

3. Manusia tidak mempunyai hak untuk mengurangi kekayaan dan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tersebut, kecuali untuk memenuhi kebutuhan yang vital.

4. Perkembangan kehidupan manusia dan budayanya harus dapat diterima secara substansial dalam populasi manusia yang lebih kecil. Perkembangan kehidupan diluar manusia membutuhkan dukungan populasi manusia juga.

5. Gangguan keberadaan manusia kepada kehidupan diluar manusia semakin lama akan makin memburuk.

6. Berdasarkan kondisi tersebut, maka kebijakan / ideologi harus diubah tidak lagi didasarkan pada struktur ekonomi dan teknologi.

7. Perubahan ideology yang terutama adalah “menghargai kualitas hidup”, bukan sekedar menaikkan standar kehidupan.

8. Siapapun mempunyai kewajiban untuk segera melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Untuk menjalankan prinsip-prinsip dasar tersebut diperlukan adanya proses penghijauan diri dalam diri manusia. Dalam proses ini identitas diri manusia berubah. Manusia bukan lagi mahluk yang hanya memikirkan keperluan dan kepentingan diri, melainkan mulai membuka diri dan menyelami kedalaman mahluk ciptaan lain. Dalam diri manusia terjadi proses transformasi rohani yang memperbaharui manusia, muncul saling keterkaitan yang mendalam antara manusia dengan semua jenis mahluk hidup. Manusia memiliki dan menunjukkan kesetiakawanan dengan ciptaan lain nonmanusia. Hasil dari proses penghijauan diri manusia adalah penghormatan dan tidak melakukan pelanggaran terhadap hak asasi alam. Keraf (2002, 115 – 120) menganalogkan hak asasi alam dengan hak asasi manusia. Manusia mempunyai tiga hak asasi yaitu : hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak artifisial (hak atas milik pribadi). Demikian pula alam mempunyai hak untuk tidak dirusak dan dicemari. Alam mempunyai hak untuk tidak dibatasi dan dihambat perkembangan, pertumbuhan, dan kehidupannya.

Pengelolaan lingkungan dengan penghormatan dan tidak melakukan pelanggaran terhadap hak asasi alam secara terus menerus diharapkan dapat memperbaiki krisis lingkungan yang terjadi saat ini.

Daftar Pustaka

Chang W, 2001. Moral Lingkungan Hidup. Kanisius. Jogyakarta.

Keraf S, 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Kompas. Jakarta.

Session, G. 1995. Deep Ecology For The 21st Century. Shambala,
Boston & London.